Kamis, 21 Februari 2013

Bekal hidup dari Kyai ku.,


Bekal Hidup

·       Ayahanda  Mujiburrahman Said :          

Belajar itu dari keterbatasan bukan dari ketresediaan, kalau kamu belajar dari ketersediaan itu bukan belajar tapi menikmati.”

“Apa yang kamu lihat, dengar dan kamu rasakan adalah pelajaran.
Kamu dihukum ( dibotak, dijemur ngantri makan/mandi dsb.) adalah pelajaran untuk mu Nak”.

“ Tinggikan rasa kepengurusan, sadarlah kalian adalah pengurus! Laporkan teman mu yang tidak punya rasa kepengurusan.”

“ Berhati-hatilah kamu Nak’, karena lingkungan dapat menyihirmu dan tujuan utamanya adalah hati.”

Janganlah kamu menjadi BEBEGIG, yang tidak mau bergerak kalau tidak digerakkan oleh angin.”

Ujian terberat adalah  ujian hidup Nak.”

 Jangan الغلو  kamu Nak’ dengan UN”

“ Aura negatif itu menular”

“ Tujuan kamu belajar di pondok ini adalah mencari ridho orangtua Nak.”


“ Kesalahan orang adalah mengidolakan orang ketika masih hidup karena suatu saat kamu dapat membencinya, bahkan kebaikan-kebaikan yang pernah dia lakukan juga kamu benci.”

·   Ustad Mahsun         :

“ Seseorang itu punya keajaiban, keajaiban itu tidak terhingga. Dan itu akan menjadikan anda sukses, jangan mengisi kehidupan  dengan kematian, tapi  isilah dengan kehidupan.”

“ Laut yang terlihat santai, tapi kalau kau masuk kedalamnya niscaya kau akan tenggelam, maka berhati-hati lah. Sesuatu yang sebenarnya tidak baik terkadang disampaikan dengan kata-kata yang indah”

                      “ Orang yang sukses itu tidak menunjukkan kelemahannya.”

“ Perempuan mah paling geh gak bakal jauh-jauh dari dapur sama ngurusin keluarga, gak usah sekolah tinggi-tinggi! ( pemikiran orang primitif ),
Ngurusin rumah juga dengan ilmu pengetahuan, kalau ia berpendidikan tinggi maka ngurusin keluarga juga pasti lebih baik dan berkualitas.”

·       Ustad Tedi   :

Kesempatan itu harta sebenarnya”
“ jika tidak bisa mengikuti kata orang lain, maka ikuti kata hatimu.”
“ Allah tidak suka orang tidak tahu diri, kenalilah dirimu,”
”Rasulullah berkata, lebih baik memegang bara api ketimbang menyentuh yang bukan muhrim kita. seorang wanita harus menjaga muniahnya. jaga sikap sama laki-laki, kamu berani laki-lakipun berani!”

karya ilmiah


ANALISIS HADITS RIWAYAT BUKHARI BAB
مَاجَاءَ فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه
TENTANG MUSIK
KARYA ILMIAH



Description: D:\lambang.jpg
Add caption
                                                

Disusun Oleh  :
URSILAWATI
NIS    : 9954180585

MADRASAH ALIYAH (MA) ASSA’ADAH
MADRASATUL MU’ALLIMIN AL-ISLAMIYAH
PONDOK PESANTREN MODERN ASSA’ADAH
SERANG
2013



ABSTRAK
URSILAWATI, ANALISIS HADITS RIWAYAT BUKHARI BAB مَاجَاءَ فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه TENTANG MUSIK. Dibimbing oleh Awang Jauharul Fuad, M.Pd.I
            Tujuan Penulis dalam  karya ilmiah ini, ingin menelaah hadits riwayat Bukhari Bab مَاجَاءَ فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه tentang musik, sehingga dapat diambil kesimpulan mengenai hukum musik, kategori yang haram dan halal serta eksistensi musik dalam peradaban umat Islam.
            Fitrah manusia adalah mencintai keindahan. Musik adalah salah satu bentuk dari keindahan. Islam membolehkan musik selama tidak bertentangan dengan aturan agama.  Eksistensi musik berperan penting untuk umat Islam.

Kata kunci : Pemahaman Hadits, Musik.       








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Fitrah manusia adalah menyukai keindahan. Seni bagi manusia adalah potensi dalam mengekspresikan keindahan untuk dinikmati. Kemampuan manusia dalam mengekspresikan seni merupakan salah satu perbedaan dengan makhluk lainnya. Jika demikian, pasti Islam mendorong selama mendukung fitrah manusia yang suci yang cinta pada keindahan[1].
Naluri manusia dalam mencintai keindahan, mendukung perkembangan seni dari masa ke masa, khususnya seni musik. Musik mengalami masa keemasan dalam sejarah peradaban Islam. Terlebih lagi musik menjadi salah satu tradisi yang berkembang di Semenanjung Arab sebelum kedatangan Islam. Bahkan tidak dapat dipungkiri, sejumlah ritual keagamaan pun yang dijalankan umat Islam mengandung musikalitas seperti adzan, takbiran di hari raya, sholawatan dan ilmu qiroah dalam pembacaan al Qur’an.
Eksistensi musik menduduki peran signifikan dalam peradaban manusia, dikarenakan musik mempunyai hasil atau artefak yang dapat dinikmati, diapresiasi, diinterprestasi, serta diperjualbelikan.
Akan tetapi di sisi lain, keberadaan musik mendapat kecaman keras sebagian ulama. Mereka memandang bahwa mendengarkan musik merupakan aktifitas yang tidak  produktif, melalaikan dan menyia-nyiakan waktu. Paradigma sebagian ulama tentang musik memiliki dasar yang kuat dan jelas, salah satunya berlandaskan hadits. Sekilas kecaman ini meresahkan musisi Islam untuk merealisasikan bakatnya di bidang seni musik.
Sebagai umat Islam yang berpedoman dengan al Qur’an dan al Hadits, maka diperlukan pemahaman yang syarat akan metodologis ilmiah, sebagai upaya dapat menangkap  pesan yang terkandung dalam teks hadits. Mendudukan pemahaman hadits pada tempat yang proporsional, kapan dipahami secara tekstual, kontekstual, universal, temporal, situasional maupun lokal merupakan hal penting. Karena bagaimanapun juga pemahaman yang kaku, radikal dan statis sama artinya menutup keberadaan Islam yang shahih likuli zaman wal makan.
Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk menela’ah HR. Bukhari bab
ماجاء فِيْمنْ يسْتحلّ الخمر و يُسمّيهِ بِغيْر اسْمِه   tentang musik.

1.2         Rumusan Masalah
Melihat hal yang melatarbelakangi di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana konsep musik dalam tinjauan HR. Bukhari bab
مَاجَاءَ فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه  ?
2.      Bagaimana kategori musik yang diharamkan dalam tinjauan HR.Bukhari bab مَاجَاءَ فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه  ?

1.3  Tujuan Penelitian
       Adapun tujuan penelitian karya ilimiah ini adalah           :
1.      Untuk mengetahui konsep musik dalam tinjauan HR. Bukhari bab
مَاجَاءَ فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه         
2.      Untuk mengetahui bagaimana kategori-kategori musik yang diharamkan dalam pemahaman HR. Bukhari bab مَاجَاءَ فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه   

1.4     Manfaat Penelitian
          Adapun manfaat penelitian karya ilmiah ini adalah      :
1.      Memberi informasi kepada Pembaca mengenai pemahaman musik dalam HR. Bukhari    bab مَاجَاءَ فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه .
2.      Agar Pembaca dapat membedakan antara kategori musik yang halal dan haram ditinjau dengan HR.Bukhari bab مَاجَاءَ فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه   
3.      Agar musisi-musisi Islam dapat mengekspresikan bakatnya sesuai dengan syariat agama.

1.5     Metodologi Penelitian
          Dalam penulisan karya ilmiah ini, Penulis menggunakan metode studi pustaka, yaitu Penulis mengambil sumber dari buku-buku dan internet yang berhubungan dengan judul karya ilmiah ataupun sumber lain yang dapat digunakan sebagai pedoman Penulis.

1.6     Sistematika Penulisan
          Dalam penulisan karya ilmiah ini Penulis membagi menjadi beberapa bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub bab, sebagai berikut             :
          Bab I Pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
          Bab II Landasan teori, meliputi pengertian hadits, kedudukan hadits sebagai sumber hukum, pembagian hadits menurut kehujjahannya, pengertian seni dan musik, perkembangan  musik dalam peradaban Islam.
          Bab III Pembahasan, meliputi teks hadits, struktur sanad hadits, biografi Perowi hadits, kajian linguistik,  kajian tematis komprehensif, kajian konfirmatif, analisis generalisasi, analisis praksis.
          Bab IV  Penutup, terdiri atas kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1           Pengertian Hadits
Ali bin Abi Thalib menjelaskan bahwa Islam itu taslim (menyerah). Tuhan
sendiri telah menyatakan bahwa betapa Islam mempunyai kedudukan yang sempurna, Islam diturunkan bukan untuk mempersulit umatnya.[2]
Islam menurut Abu al-A’la al Maududi adalah tunduk dan patuh kepada perintah orang yang memberi perintah dan larangan tanpa membantah.[3] Perintah dan larangan tersebut ada di al Qur’an dan al Hadits.
Al hadits menurut bahasa mempunyai beberapa pengertian yaitu        :
  1. Al jadid yang artinya baru, lawan kata qadim (lama). Jamak dari hadits
di sini hidats, hudatsah atau huduts.
  1. Al qarib (yang dekat) berarti yang belum lama terjadi.
  2. Al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang diperbincangkan dan dipindakan dari seseorang kepada orang lain[4]. Hadits dengan pengertian al khabar  diambil dari kata haddatsa, yuhadditsu, tahdits yang bermakna riwayat atau ikhbar (mengabarkan) sebagaimana dapat dilihat pada QS. at-Thur (52) : 34 di bawah ini :
فليَأتوا بِحَديْث مثلِه اِن كانوا صادِقيْن (الطور : ٣٤)                         
“Hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya, jika mereka orang yang benar.”
            Sedangkan al Hadits menurut istilah (terminologi) diartikan sebagai segala sesuatu yang diambil dari Rasul SAW sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul[5]. Para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya. Pengertian hadits menurut ahli ushul akan berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh ahli hadits.
Menurut ahli hadits (muhadditsin), pengertian hadits dibagi dua, yaitu pengertian hadits terbatas (sempit) dan pengertian hadits yang luas.
Pengertian hadits yang terbatas adalah  :
اَقوال النّبى صَلي الله عليْهِ وسلّم وَ أفعَله و أحْوَله
“ Segala perkataan, perbuatan dan hal ihwal Nabi SAW.”
Yang dimaksud dengan “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW yang berkaitan dengan himmah (hasrat), karakteristik, sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaannya[6]. Ada juga yang memberikan pengertian  :
ما أضِيْف الي النّبي صلي الله عليه و سلّم قَولاً أو فعلاً  أوْ تقرِيرًا أوْ صِفةً
“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir mupun sifat beliau.”
Pengertian ini mengandung empat macam unsur, yakni perkataan, perbuatan , pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi SAW.[7] Terbatas hanya disandarkan kepada beliau saja, tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada sahabat dan tabiit-tabiin.
            Pengertian hadits yang luas  adalah tidak hanya mencakup sesuatu yang  dimarfu’kan kepada Nabi Muhammad SAW saja, tetapi juga perkataan, perbuatan juga taqrir yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’itpun disebut al-hadits.
إنّ الحَديث لا يَخْتصّ  بالمرفُوع إليه صلي الله عليه و سلّم بَلْ جَاءَ بإ طلاقه أيضًا للموقوفِ (وهو ما اضِيف اِلي الصَحا بّي مِنْ قولٍ وَ نحوه) والمقطُوْع (وَهو مَا اضيف للتّا بِعِي )
“Sesungguhnya hadits itu bukan hanya yang dimarfu’kan kepada Nabi Muhammad SAW saja, melainkan dapat pula disebutkan pada apa yang mauquf (disandarkan pada sahabat) dan apa yang maqthu’ (disandarkan pada tabi’in)”.
            Sementara para ulama ushul memberikan pengertian :
أقواله وافْعا له و تقريرِاته التِي تثبت الأحْكام وتقرِّرهَا
“Segala perkataan Nabi Muhammad SAW, perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.”
Berdasarkan pengertian hadits menurut ahli ushul, jelas bahwa hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum, maka tidak termasuk hadits sesuatu yang tidak bersangkut paut dengan hukum[8]. Ahli ushul membedakan posisi Muhammad SAW sebagai Rasul dan sebagai manusia biasa. Yang dikatakan hadits adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad sebagai Rasulullah, sedangkan kebiasaan-kebiasaan, tata cara berpakaian, cara tidur dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadits. Dengan demikian, pengertian hadits menurut ahli ushul lebih sempit dibandingkan  pengertian hadits menurut ahli hadits.

2.2       Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum
            Seluruh umat Islam  telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah al-Qur’an dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti al-Qur’an.
Al-Qur’an dan al Hadits merupakan dua sumber hukum Islam  yang  tetap, umat Islam tidak mungkin memahami syari’at secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan ‘alimpun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.[9] Banyak ayat al-Qur’an dan al Hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupakan sumber hukum Islam selain al-Qur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangan. Uraian di bawah ini merupakan paparan  tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam dengan melihat beberapa dalil, baik naqli atau ‘aqli.
Allah SWT berfirman              :
وما أتا كُم الرّسولُ فخدوه وما نها كُم عنه فَانته (الحشر: ٧)
“Dan apa yang didatangkan Rasul, ambilah dia dan apa yang dilarang Rasul, hentikan dia,” ( QS. Al-Hasyar  : 7 ).
            Tuhan telah memerintahkan kita untuk mengikuti Rasul sebagaimana Tuhan memerintahkan kita mentaati-Nya. Allah SWT berfirman :
وأطِيْعُوا الله والرّسُول لَعلّكُمْ تُرْحَمُوْنَ (العمران: ١٣٢)
“Dan taatilah Allah SWT dan Rasul supaya kamu dirahmati.” (QS. Ali Imran : 132). Bahkan Allah SWT mengancam orang-orang yang menyalahi Rasul, seperti dalam firman-Nya :
فليَحذرِالّذينَ يخالفونَ عَن امْرِهِ ان تصيبَهمْ عَذابٌ اَلِيمٌ (النور : ٦٣)
“Hendaklah berhati-hati mereka yang menyalahi Rasul (tidak menuruti ketetapannya), bahwa mereka akan ditimpa fitnah (cobaan yang berat) atau azab yang pedih.” (QS. An Nur  : 63 )”.
Sekali-kali Tuhan tiada membenarkan para umat menyalahi Rasulullah SAW, menyalahi hukumnya dan sunahnya, Allah berfirman : 
وما كان لِمؤمنٍ ولا مؤمنَهُ اذا قضى اللهُ ورسُولِه امرًا اَن يكون لهم الخِيَرَةُ مِن امرِهِمْ ومَن يَعْصِ اللهَ ورَسُولَه فقدْ ضَلّ ضَلا لاً مُّبِيْناً (الاحزاب : ٣٦)
“Tidaklah patut bagi orang  yang beriman laki-laki dan perempuan bila Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu perkara, untuk memilih urusannya sendiri. Dan barang siapa menentang Allah dan Rasulnya sungguh ia telah tersesat jauh.” (QS. Al-Ahzab : 36). Allah juga berfirman  :
قلْ أطِيعوا اللهَ والرّسولَ فإِن توَلّوْا فإنّ اللهَ لا يُحِبُّ الكَافرِينَ ( العمران : ٣٢)    
“Katakanlah olehmu (Ya Muhammad)  : taatlah kamu kepada Allah SWT dan Rasul. Jika mereka berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang ingkar.” (QS. Ali-Imran :   32).
Dalam ayat lain Allah SWT  berfirman  :
ياأيّها الّذين أمنَوا أمِنواْ بااللهِ ورسولِه والكِتابِ الّذي نزّل على رسوله والكتابِ الّذي اَنْزلَ مِن قبلُ ومَن يَكْفُرْ بااللهِ وملائكته وكُتبِه ورسولِه واليومِ الأخر فقدْ ضلّ ضلالً بَعِيداً (النسا : ١٣٦)  
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya, Rasul-RasulNya dan hari kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (QS. An-Nisa : 136 ).”
Dalam firman Allah yang lain  :
وأطيعُوا الله وأطيعُوا الرّسولَ واحذرُوْا (الما ئدة : ٩٢)
“Dan taatlah kamu kepada Allah dan kepada Rasul-Nya dan berhati-hatilah” (QS. Al-Maidah : 92).
            Dari beberapa ayat al-Qur’an di atas tergambar bahwa setiap ada perintah taat kepada Allah SWT dalam al Qur’an selalu diiringi dengan perintah taat kepada Rasul-Nya. Bentuk-bentuk ayat seperti ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan penetapan kewajiban taat terhadap semua yang disampaikan oleh Rasul SAW. Maka dapat dinyatakan bahwa ungkapan wajib taat kepada Rasul SAW dan larangan mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak diperselisihkan oleh umat Islam. Sebagaimana sabda Rasul yang berkenaan dengan keharusan menjadikan al Hadits sebagai pedoman hidup :
تركتُ فِيكُمْ اَمْرَيْنِ لَن تضِلُّوا ما تَمسَكْتُم بِهما كِتابَ اللهِ وسُنّةِ نَبِيّهِ (رواه مالك )
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” ( H.R Malik ). Dalam hadits lain Rasulullah bersabda :
فعَلَيكُمْ بِسُنّتِي و سنّةِ الخلفاء الرّ شدين المهديِّين تمسّكوا بها وعضّوْا عَليْها (رواه ابو داود ابن ماجه)
“Wajib bagi sekalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulaufaur Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.” (H.R Abu Daud dan Ibn Majah).
            Hadits-hadits di atas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang atau menjadikan hadits sebagai pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajib berpegang teguh kepada al-Qur’an.
2.3              Pembagian Hadits Menurut Kehujahannya
Hadits apabila dilihat dari segi diterima atau tidaknya ia menjadi hujjah
dalam beramal dapat dibagi dua yaitu hadits maqbul dan hadits mardud.
2.3.1        Hadits maqbul
2.3.1.1     Hadits shahih
  Hadits dapat dinilai shahih apabila memenuhi syarat-syarat,
yaitu Perowi bersifat ‘adil, kuat ingatannya, sanad tidak terputus, hadits tidak ber’ilat dan tidak janggal (tidak syadz).[10]
Sanad hadits harus bersambung. Maksudnya adalah bahwa setiap Perowi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberinya.[11]
Perowi adalah ‘adil yaitu semua Perowi harus Islam, baligh, adil, memiliki ingatan yang kuat juga senantiasa melakukan segala perintah agama dan meninggalkan semua larangan-Nya. Senantiasa menjauhi perbuatan-perbuatan dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun, dan senantiasa memelihara ucapan dan perbuatan  juga tidak mengikuti salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar syara’.[12]
Perowinya adalah dhobith, artinya Perowi hadits memiliki ketelitian dalam menerima hadits, memahami apa yang didengar, serta mampu mengingat, dan menghafalkan sejak ia menerima hadits sampai pada ia meriwayatkannya atau ia mampu memelihara hadits yang ada di dalam catatannya dari kekeliruan, atau dari terjadinya pertukaran, pengurangan, dan sebagainya yang dapat merubah hadits.
Hadits tidak syadz diartikan sebagai hadits yang memiliki Perowi dan matan yang tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat dan lebih shahih.
Arti ‘illat hadits, ‘illat menurut bahasa artinya cacat, penyakit, keburukan dan kesalahan membaca. Hadits yang ber’illat artinya hadits-hadits yang cacat atau penyakit yang samar-samar.[13] Jika dilihat secara dzohir terlihat Shohih, tetapi sebenarnya hadits tersebut menyimpan keragu-raguan.
2.3.1.2  Hadits hasan
الحسن ما اتّصل سَنَدهُ بِعدْلٍ خفَّ ضبْطه مِن غير شدودٍ ولا علّة      
Hadits yang memiliki sanad yang muttashil (bersambung), ‘adil, namun
kurang dhabit, tanpa terkena syadz dan ‘illat.  Hadits hasan dapat dijadikan hujjah dalam penetapan hukum serta dapat diamalkan seperti halnya hadits shahih.
2.3.2        Hadits mardud    
Kata dha’if secara bahasa adalah lawan dari al-Qowiy, yang
berarti lemah. Hadits dha’if adalah hadits yang ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu hukum. Pada dasarnya hadits dikatakan dha’if karena dua alasan, yaitu memiliki sanad yang tidak bersambung dan terdapat cacat pada diri seorang Perowi atau pada matan dari hadits.
            Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha’if baik penggunaan sebagai hujjah atau sebagai amalan kebaikan. Pendapat pertama mengatakan, hadits dha’if sama sekali tidak boleh dijadikan hujjah, baik untuk mendorong berbuat kebajikan maupun dalam penetapan hukum.[14] Pendapat kedua mengatakan, hadits dha’if mutlak dapat digunakan sebagai hujjah.[15] Pendapat ketiga mengatakan, hadits dha’if  boleh digunakan khusus dalam masalah dorongan berbuat kebajikan atau sekedar penambah semangat (targhib), atau untuk mengancam (tarhiib) dari amalan yang sudah diperintahkan atau dilarang dalam hadits atau riwayat yang shahih.[16] Hadits dha’if masih meragukan,  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “ Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu (menuju) kepada yang tidak meragukan." HR. Ahmad (I/200), at-Tirmidzi (no. 2518) dan an-Nasa-i (VIII/327-328), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir (no. 2708, 2711), dan at-Tirmidzi berkata, "Hadits hasan shahih."
2.4        Pengertian Seni dan Musik
Kata seni berasal dari kata “sani” yang artinya  jiwa yang luhur atau
ketulusan jiwa. Terdapat berbagai pengertian mengenai seni, Abdurrahman Al Bagdadi dalam ensiklopedi Indonesia mengatakan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantara alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera penglihatan (seni lukis ), perantara gerak (seni tari) atau pendengaran (seni musik)[17]. Sidi Gazalba menjelaskan bahwa seni merupakan hasil dari cipta karsa dan citra manusia yang menyenangkan yang dilahirkan oleh agama maupun tata hubungan manusia.
            Selanjutnya Quraish shihab mengatakan bahwa seni merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman yang indah, apapun jenis keindahan itu.[18]
            Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa seni adalah hasil keindahan sehingga dapat menggerakan perasaan indah orang yang melihatnya.
            Sedangkan pengertian musik adalah salah satu media ungkapan kesenian, musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik adalah  ilmu atau seni menyusun nada atau suara yang diutarakan, dikombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan ( terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi)[19]. Pengertian musik sering dibedakan dengan pengertian lagu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia lagu atau nyanyian merupakan ragam suara yang berirama (membaca, syair atau puisi, dan lain-lain).[20] Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa musik dan nyanyian merupakan dua hal yang berkaitan satu sama lain. Pengertian musik lebih luas daripada pengertian lagu. Adapun lagu merupakan bagian dari suatu karya musik baik karya musik yang menggunakan lirik atau tanpa lirik (instrumental).
Pengertian musik menurut para ahli, Soeharto mengatakan musik adalah pengungkapan gagasan melalui bunyi yang unsur dasarnya berupa melodi, irama dan harmoni dengan unsur pendukung berupa bentuk gagasan, sifat dan warna bunyi, namun dalam penyajiannya seiring dengan unsur-unsur lain, seperti bahasa, gerak, atau warna.
            Menurut Kosasih, musik  dapat diartikan sebagai cetusan ekspresi perasaan atau pikiran yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi.[21] Suara musik yang baik adalah hasil interaksi dari tiga elemen, yaitu irama, melodi dan harmoni. Melodi adalah rangkaian nada atau bunyi berdasarkan perbedaan tinggi rendah atau naik turunnya.[22] Irama adalah  aliran ketukan dasar yang teratur mengikuti beberapa variasi gerak melodi atau pengaturan suara dalam suatu waktu, panjang, pendek dan tempo.[23] Sedangkan kombinasi yang baik antara irama dan melodi melahirkan bunyi yang harmoni (selaras).

2.5                     Perkembangan Musik dalam Peradaban Islam
Di era kejayaannya, umat  Islam mampu mencapai kemajuan dalam
bidang seni musik. Terlebih lagi, musik dan puisi menjadi salah satu tradisi yang berkembang di Semenanjung Arab sebelum kedatangan Islam. Seni musik Islam mulai berkembang ketika wilayah kekuasaan Islam meluas. Pada saat itu, kaum Muslim mulai berbaur dengan berbagai bangsa yang masing-masing mempunyai kebudayaan dan kesenian. Pencapaian peradaban Islam dalam bidang musik tercatat dalam Kitab Al-Aghani yang ditulis oleh Al-Isfahani (897 M-967 M)[24]. Dalam kitab itu, tertulis sederet musisi di zaman kekhalifahan.
Ibnu Misjah (wafat tahun 705 M) merupakan ahli musik pertama yang muncul di awal perkembangan seni musik pada masa kejayaan peradaban Islam. Seni musik berkembang pesat di era kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Para ilmuwan Muslim menerjemahkan risalah musik dari Yunani terutama ketika Khalifah Al-Ma’mun berkuasa. Para Khalifah Abbasiyah pun turut mensponsori para Penyair dan Musisi. Salah satu musisi yang karyanya diakui dan disegani adalah Ishaq Al-Mausili (767 M-850 M). Beliau musisi Islam pertama yang memperkenalkan solmilasi : (do re mi fa sol la si do) dalam bukunya Book of  Notes and Rhythms.
 Di era keemasan Islam pun berkembang alat-alat musik, diantaranya dua alat  musik tiup terbuat dari kayu yang disebut dengan Alboka dan alboque berasal dari bahasa arab albuq yang berarti terompet. Inilah cikal bakal klarinet dan terompet modern[25]. Kemudian Maurice J Summerfield dalam bukunya bertajuk The Classical Guitar, menyebutkan bahwa gitar modern merupakan turunan dari alat musik berdawai empat dinamai Oud yang dibawa oleh masyarakat Muslim. Oud kemudian berkembang menjadi kecapi modern saat ini. Menurut Al-Farabi Oud ditemukan oleh Lamech cucu keenam Nabi Adam as. Biola, cikal bakal timpani, rebec dan rebab biola modern yang saat ini berkembang pesat di dunia barat juga berawal dan berakar dari dunia Islam ditemukan oleh al-Farabi.
Umat Islam juga memiliki Yunus bin Sulaiman Al-Khatib (wafat 785 M). Beliau adalah pengarang musik pertama dalam Islam. Kitab-kitab karangannya dalam bidang musik sangat bernilai tinggi sehingga pengarang-pengarang teori musik Eropa banyak yang merujuk ke ahli musik ini. Dalam perkembangan selanjutnya, dikenal juga Khalil bin Ahmad (wafat tahun 791 M). Beliau telah mengarang buku teori musik mengenai not dan irama. Selain itu ada Ishak bin Ibrahim Al-Mausully (wafat tahun 850 M) yang telah berhasil memperbaiki musik Arab jahiliyah dengan sistem baru. Buku musiknya yang terkenal adalah Kitabul Alhan Wal-Angham (Buku Not dan Irama). Beliau juga sangat terkenal dalam musik sehingga mendapat julukan Imam Ul-Mughanniyin (Raja Penyanyi). Kemudian ada Hurdy Gurdy musisi Islam yang dikenal sebagai nenek moyang piano[26]. Selain penyusunan kitab musik yang dicurahkan pada akhir masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Prof A Hasmy dalam bukunya mengenai Sejarah kebudayaan Islam mengungkapkan “pada masa Dinasti Umayyah para Khalifah dan para Pejabat lainnya memberikan perhatian yang sangat besar dalam pengembangan pendidikan musik. Banyak sekolah musik didirikan oleh negara Islam di berbagai kota dan daerah, baik sekolah tingkat menengah maupun sekolah tingkat tinggi. Sekolah musik yang paling sempurna dan teratur adalah yang didirikan oleh Sa’id ‘Abd-ul-Mu’min (wafat tahun 1294 M). Pendirian sekolah musik ini terutama banyak dilakukan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Salah satu sebab mengapa di masa Dinasti Abbasiyah didirikan banyak sekolah musik, menurut Prof A Hasmy, karena keahlian menyanyi dan bermusik menjadi salah satu syarat bagi Pelayan (budak), Pengasuh, dan dayang-dayang di istana dan di rumah Pejabat negara atau di rumah para hartawan untuk mendapatkan pekerjaan. Karena itu, telah menjadi suatu keharusan bagi para pemuda dan pemudi untuk mempelajari musik.
 Pada awal berkembangnya Islam, musik diyakini sebagai cabang dari matematika dan filsafat. Tak heran jika banyak di antara para matematikus dan filsuf Muslim terkemuka yang juga dikenal karena sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan seni musik. Salah satu diantaranya adalah Al-Kindi (800 M-877 M). Ia menulis tak kurang dari 15 kitab tentang musik, namun yang masih ada tinggal lima. Al-Kindi adalah orang pertama yang menyebut kata musiqi[27].
 Tokoh Muslim lainnya yang juga banyak menyumbangkan pemikirannya bagi musik adalah Al-Farabi (870 M-950 M). Ia tinggal di istana Saif al-Dawla Al-Hamdan di Kota Aleppo. Matematikus dan filsuf ini juga sangat menggemari musik serta puisi. Selama tinggal di istana al-Farabi mengembangkan kemampuan musik serta teori tentang musik. Al-Farabi juga diyakini sebagai penemu dua alat musik, yakni rabab dan qanun.
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib. Musik dijadikan sebagai terapi pengobatan oleh para musisi Islam, seperti Abu Yusuf Yaqub ibnu Ishaq al-Kindi (801–873 M) dan al-Farabi (872-950 M).
R. Saoud dalam tulisannya bertajuk The Arab Contribution to the Music of the Western World menyebutkan bahwa al-Kindi sebagai psikolog Muslim pertama yang mempraktikkan terapi musik. Menurut Saoud, pada abad ke-9 M  al-Kindi sudah menemukan adanya nilai-nilai pengobatan pada musik. Dengan terapi musik, al-Kindi mencoba menyembuhkan seorang anak yang mengalami quadriplegic atau lumpuh total.
Terapi musik juga dikembangkan ilmuwan Muslim lainnya, yakni al-Farabi (872-950 M). Al-Farabi menjelaskan terapi musik dalam risalah yang berjudul Meanings of Intellect, al-Farabi telah membahas efek-efek musik terhadap  jiwa.
 Terapi musik berkembang semakin pesat di dunia Islam pada era kekhalifahan Turki Usmani. Gagasan dan pemikiran yang dicetuskan ilmuwan Muslim, seperti al-Razi, al-Farabi, dan Ibnu Sina. Para ilmuwan dari Turki Usmani sangat tertarik untuk mengembangkan efek musik pada pikiran dan badan manusia. Tak heran jika Abbas Vesim (wafat 1759/60) dan Gevrekzade telah mengusulkan agar musik dimasukkan dalam pendidikan kedokteran. Keduanya berpendapat, seorang dokter yang baik harus melalui latihan musik. Usulan Vesim dan Gevrekzade itu diterapkan di universitas-universitas hingga akhir abad pertengahan.
 Para ahli terapi musik di zaman Ottoman meyakini bahwa Pasien yang menderita penyakit tertentu atau emosi seseorang dengan temperamen tertentu dapat dipengaruhi oleh ragam musik tertentu. Pada era kejayaan Kesultanan Turki Usmani, terapi musik biasanya digunakan untuk beberapa tujuan, seperti pengobatan kesehatan mental, perawatan penyakit organik, atau perbaikan harmoni seseorang. Bahkan para ilmuwan di era Ottoman sudah mampu menetapkan jenis musik tertentu untuk penyakit tertentu. Misalnya, jenis musik huseyni dapat mengobati demam. Sedangkan, jenis musik zengule dan irak untuk mengobati meningitis.









BAB III
PEMBAHASAN
3.1     Teks Hadits
وقال هِشَام بن عَمّار حدّثنا صَدقة بن خَالِد حدّ ثنا عبْدُ الرّحْمن بن يَزِيْد بن جَابِر حدثنا عَطِيّة بن قَيْس الكِلاَبِيّ حَدّ ثنا عَبْدُ الرَحْمن بن غَنْم الأّشعُرِي قال حدّثني أبُوْ عامر أوْ أبُو مالك الأشعرِي وَالله ما كذَبنِي سَمِع َالنّبِيَ صلى الله عَليْه وسلّم يقُول  ليَكُونَنّ مِنْ أمتِي أقْوامٌ يَسْتحِلّوْنَ الحِرَ والحَرِيْرَ والخَمْرَ والمعَازِفَ ولَينْزِلَنّ أقْوامٌ إلَى جنْبٍ عَلَمٍ يرُوْحُ عليْه بِسَارِحَة ٍلهُمْ يَأتيْهِمْ يعني الفقير لِحَاجَة فيقولوا ارْجِعْ إليْنَا غدًا فيُبَيِتُهُم الله ويَضَعُ العَلَمَ ويَمْسَخُ آخريْنَ قِرَدَةً وحَنَازِيْرَ إلىَ يومِ القِيَامَة
Telah berkata Hisyam bin ‘Ammar : Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Khalid : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman  bin Yazid bin Jaabir : Telah menceritakan kepada kami ‘Athiyyah bin Qais Al-Kilaaby : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-Asy’ary ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ary – demi Allah dia tidak mendustaiku, bahwa ia telah mendengar Nabi SAW bersabda : “Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, alat musik (al-ma’aazif). Dan sungguh beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung tinggi lalu mereka didatangi orang yang berjalan kaki untuk suatu keperluan. Lantas mereka yang didatangi berkata : “Kembalilah besok”. Pada malam harinya, Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka dan sebagian yang lain dikutuk menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat” )HR. Al-Bukhari no. 5268. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban no. 6754; Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 3417 dan dalam Musnad Syamiyyin no. 588; Al-Baihaqi 3/272, 10/221; Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Taghliqut-Ta’liq 5/18,19(.


3.2           Struktur Sanad Hadits
Agar lebih jelas, sanad hadits ini diuraikan sebagai berikut :
1.    Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim ) Al Bukhari )
2.      Hisyam bin ‘Ammar
3.      Shadaqah bin Khalid
4.      ‘Abdurrahman bin Yazid bin Jabir
5.      ‘Athiyyah bin Qais Al-Kilaby
6.      ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-Asy’ary
7.         Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-Asy’ary
8.      Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
Rounded Rectangle: رسول الله صلى الله عليه و سلّم  Bagan sanadnya dapat disusun sebagai berikut                  :



 



                                            


 













3.3                     Biografi Perowi Hadits
1.             Nama                                         :  Muhammad bin Isma’il bin
   Ibrahim (Al Bukhari)
                     Lahir                                           :  Jum’at, 13 Syawal 194 H.
                     Al Bukhari benar-benar murid dari Hisyam bin ‘Ammar.
2.             Nama                                         :  Hisyam bin ‘Amar bin Namir bin
   Maysaroh bin Aban
Tempat dan tahun wafat           :  Dajil,  245 H
Tempat lahir                               :  Syam
Kriteria                                      :  Shoduuq kabir
Hisyam bin ‘Amar bin Namir bin Maysaroh bin Aban benar-benar guru dari al Bukhari dan murid dari Shodaqoh bin Kholid.
3.             Nama                                         :  Shodaqoh bin Kholid
Tahun wafat                              :  180 H
Tempat lahir                               :  Syam
Kriteria                                      :  Tsiqoh
Shodaqoh bin Kholid benar-benar guru dari Hisyam bin ‘Amar bin Namir bin Maysaroh bin Aban, dan murid dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir.
4.             Nama                                         : ‘Abdurrahman bin Yazid bin Jabir
Tahun wafat                              : 154 H
Tempat lahir                               :  Syam                                   
Kriteria                                      :  Tsiqoh
‘Abdurrahman bin Yazid bin Jabir benar-benar guru dari Shodaqoh
 bin Kholid dan murid dari ‘Athiyyah bin Qais Al-Kilaby.
5.             Nama                                         : ‘Athiyyah bin Qais Al-Kilaby
Tahun wafat                              : 121 H
Tempat lahir                               :  Syam
Kriteria                                      :  Tsiqoh
       ‘Athiyyah bin Qais Al-Kilaby benar-benar guru dari Abdurrahman
       bin Yazid bin Jabir, dan murid dari  ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-
         Asy’ary.
6.             Nama                                         : ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-                                                              Asy’ary
Tahun wafat                              :  78 H
Tempat lahir                               :  Syam
Kriteria                                      :  Tsiqoh
‘Abdurrahman bin Ghunm Al- Asy’ary benar-benar guru dari        ‘Athiyyah bin Qais Al-Kilaby, dan murid dari ‘Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al- Asy’ary.
7.          Nama                                         : ‘Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-
                                                     Asy’ary
Tempat dan Tahun wafat          :  Syam, 18 H
Tempat lahir                               :  Syam
Kriteria                                      :  Al-‘Adalah wa Tautsiq
‘Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-Asy’ary benar-benar guru dari Abdurrahman bin Ghunm.
Hadits ini didha’ifkan sebagian ulama, mereka berpendapat bahwa hadits ini termasuk dalam hadits mu’allaq karena ada keterputusan sanad antara Imam Al Bukhari dan Hisyam bin ‘Ammar.[28] Pengertian mu’allaq menurut bahasa adalah menggantung. Secara istilah adalah dibuang dari awal sanad satu Perowi atau lebih secara berturut-turut.[29] Maksud dikatakan mu’allaq dalam hadits ini yakni terdapat Perowi yang dibuang  atau hilang setelah Hisyam. Namun setelah Penulis teliti dengan menggunakan CD ROM Al Mausu’ah kutubu tis’ah, hadits ini shahih memiliki sanad yang muttashil. Tidak ada Perowi yang dibuang pada awal sanad. Terbukti dalam catatan nama murid-murid Hisyam tertulis nama Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim (Al Bukhari). Bukhari juga lahir jauh sebelum Hisyam wafat, memungkinkan kalau Hisyam dan Bukhari dapat bertemu.
Jikapun Imam Al-Bukhari tidak mendengar dari Hisyam bin ‘Ammar (mu’allaq), maka ia tentu tidak menggunakan shighah jazm (tegas) untuk Hisyam kecuali beliau yakin bahwa benar Hisyam menyampaikan hadits tersebut. Bukhari menggunakan shighah jazm (tegas) menggunakan lafadz  قالartinya “telah berkata” atau “telah mengatakan” kalimat tersebut merupakan kalimat langsung yang menegaskan bahwa Bukhari mendengar langsung atau bertemu langsung dengan Hisyam, Bukhari tidak menggunakan shighah tamridl (tidak langsung) seperti "قِيْلَ" (telah dikatakan) atau "حُكِىَ"  (telah diceritakan)  kalimat tersebut merupakan kalimat tidak langsung artinya Bukhari mendengar dari orang lain bukan mendengar langsung dari Hisyam jika demikian sanadnya tidak bersambung.
Hukum hadits mu’allaq adalah ditolak, terkecuali ditemukan dalam shohihayni (Bukhari dan Muslim) maka terdapat hukum khusus (tidak dapat dikatakan mu’allaq).[30] Maka hadits ini shahih karena berasal dari periwayatan Bukhari dan Bukhari sendiri memasukkan ke dalam kitab “ash Shahih”. Adapun dilihat dari biografi para Perowi pun hadits ini memang muttashil.
Selanjutnya dilakukan takhrij dan atrof untuk mengetahui hadits yang semakna atau matan yang sama dari mukharij yang berbeda, dan ditemukan hadits yang semakna, antara lain  :
1.      Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 2136
حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ التِّرْمِذِيُّ حَدَّثَنَا الْفَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ أَبُو فَضَالَةَ الشَّامِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَلِيٍّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فَعَلَتْ أُمَّتِي خَمْسَ عَشْرَةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلَاءُ فَقِيلَ وَمَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا كَانَ الْمَغْنَمُ دُوَلًا وَالْأَمَانَةُ مَغْنَمًا وَالزَّكَاةُ مَغْرَمًا وَأَطَاعَ الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ وَعَقَّ أُمَّهُ وَبَرَّ صَدِيقَهُ وَجَفَا أَبَاهُ وَارْتَفَعَتْ الْأَصْوَاتُ فِي الْمَسَاجِدِ وَكَانَ زَعِيمُ الْقَوْمِ أَرْذَلَهُمْ وَأُكْرِمَ الرَّجُلُ مَخَافَةَ شَرِّهِ وَشُرِبَتْ الْخُمُورُ وَلُبِسَ الْحَرِيرُ وَاتُّخِذَتْ الْقَيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ وَلَعَنَ آخِرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَوَّلَهَا فَلْيَرْتَقِبُوا عِنْدَ ذَلِكَ رِيحًا حَمْرَاءَ أَوْ خَسْفًا وَمَسْخًا قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَلَا نَعْلَمُ أَحَدًا رَوَاهُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيِّ غَيْرَ الْفَرَجِ بْنِ فَضَالَةَ وَالْفَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ قَدْ تَكَلَّمَ فِيهِ بَعْضُ أَهْلِ الْحَدِيثِ وَضَعَّفَهُ مِنْ قِبَلِ حِفْظِهِ وَقَدْ رَوَاهُ عَنْهُ وَكِيعٌ وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الْأَئِمَّةِ.
2.      Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 2137
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ الْوَاسِطِيُّ عَنْ الْمُسْتَلِمِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ رُمَيْحٍ الْجُذَامِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اتُّخِذَ الْفَيْءُ دُوَلًا وَالْأَمَانَةُ مَغْنَمًا وَالزَّكَاةُ مَغْرَمًا وَتُعُلِّمَ لِغَيْرِ الدِّينِ وَأَطَاعَ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ وَعَقَّ أُمَّهُ وَأَدْنَى صَدِيقَهُ وَأَقْصَى أَبَاهُ وَظَهَرَتْ الْأَصْوَاتُ فِي الْمَسَاجِدِ وَسَادَ الْقَبِيلَةَ فَاسِقُهُمْ وَكَانَ زَعِيمُ الْقَوْمِ أَرْذَلَهُمْ وَأُكْرِمَ الرَّجُلُ مَخَافَةَ شَرِّهِ وَظَهَرَتْ الْقَيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ وَشُرِبَتْ الْخُمُورُ وَلَعَنَ آخِرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَوَّلَهَا فَلْيَرْتَقِبُوا عِنْدَ ذَلِكَ رِيحًا حَمْرَاءَ وَزَلْزَلَةً وَخَسْفًا وَمَسْخًا وَقَذْفًا وَآيَاتٍ تَتَابَعُ كَنِظَامٍ بَالٍ قُطِعَ سِلْكُهُ فَتَتَابَعَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَلِيٍّ وَهَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ.
3.      Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 2138
حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ يَعْقُوبَ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ الْقُدُّوسِ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ هِلَالِ بْنِ يَسَافٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ خَسْفٌ وَمَسْخٌ وَقَذْفٌ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَتَى ذَاكَ قَالَ إِذَا ظَهَرَتْ الْقَيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ وَشُرِبَتْ الْخُمُورُ قَالَ أَبُو عِيسَى وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْسَلٌ وَهَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ.
4.      Hadits yang diriwayat oleh an-Nasa’i no.4066
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا مَحْبُوبٌ يَعْنِي ابْنَ مُوسَى قَالَ أَنْبَأَنَا أَبُو إِسْحَقَ وَهُوَ الْفَزَارِيُّ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ كَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْوَلِيدِ كِتَابًا فِيهِ وَقَسْمُ أَبِيكَ لَكَ الْخُمُسُ كُلُّهُ وَإِنَّمَا سَهْمُ أَبِيكَ كَسَهْمِ رَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَفِيهِ حَقُّ اللَهِ وَحَقُّ الرَّسُولِ وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَمَا أَكْثَرَ خُصَمَاءَ أَبِيكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَكَيْفَ يَنْجُو مَنْ كَثُرَتْ خُصَمَاؤُهُ وَإِظْهَارُكَ الْمَعَازِفَ وَالْمِزْمَارَ بِدْعَةٌ فِي الْإِسْلَامِ وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَبْعَثَ إِلَيْكَ مَنْ يَجُزُّ جُمَّتَكَ جُمَّةَ السُّوءِ.
5.      Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad no. 21190
حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَنْبَأَنَا فَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ الْحِمْصِيُّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ عَنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ بَعَثَنِي رَحْمَةً وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ وَأَمَرَنِي أَنْ أَمْحَقَ الْمَزَامِيرَ وَالْكَبَارَاتِ يَعْنِي الْبَرَابِطَ وَالْمَعَازِفَ وَالْأَوْثَانَ الَّتِي كَانَتْ تُعْبَدُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَأَقْسَمَ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ بِعِزَّتِهِ لَا يَشْرَبُ عَبْدٌ مِنْ عَبِيدِي جَرْعَةً مِنْ خَمْرٍ إِلَّا سَقَيْتُهُ مَكَانَهَا مِنْ حَمِيمِ جَهَنَّمَ مُعَذَّبًا أَوْ مَغْفُورًا لَهُ وَلَا يَسْقِيهَا صَبِيًّا صَغِيرًا إِلَّا سَقَيْتُهُ مَكَانَهَا مِنْ حَمِيمِ جَهَنَّمَ مُعَذَّبًا أَوْ مَغْفُورًا لَهُ وَلَا يَدَعُهَا عَبْدٌ مِنْ عَبِيدِي مِنْ مَخَافَتِي إِلَّا سَقَيْتُهَا إِيَّاهُ مِنْ حَظِيرَةِ الْقُدُسِ وَلَا يَحِلُّ بَيْعُهُنَّ وَلَا شِرَاؤُهُنَّ وَلَا تَعْلِيمُهُنَّ وَلَا تِجَارَةٌ فِيهِنَّ وَأَثْمَانُهُنَّ حَرَامٌ لِلْمُغَنِّيَاتِ قَالَ يَزِيدُ الْكَبَارَاتِ الْبَرَابِطُ.
6.      Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad no. 21275
حَدَّثَنَا الْهَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا الْفَرَجُ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ يَزِيدَ عَنْ الْقَاسِمِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ بَعَثَنِي رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ وَأَمَرَنِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ بِمَحْقِ الْمَعَازِفِ وَالْمَزَامِيرِ وَالْأَوْثَانِ وَالصُّلُبِ وَأَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ وَحَلَفَ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ بِعِزَّتِهِ لَا يَشْرَبُ عَبْدٌ مِنْ عَبِيدِي جَرْعَةً مِنْ خَمْرٍ إِلَّا سَقَيْتُهُ مِنْ الصَّدِيدِ مِثْلَهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَغْفُورًا لَهُ أَوْ مُعَذَّبًا وَلَا يَسْقِيهَا صَبِيًّا صَغِيرًا ضَعِيفًا مُسْلِمًا إِلَّا سَقَيْتُهُ مِنْ الصَّدِيدِ مِثْلَهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَغْفُورًا لَهُ أَوْ مُعَذَّبًا وَلَا يَتْرُكُهَا مِنْ مَخَافَتِي إِلَّا سَقَيْتُهُ مِنْ حِيَاضِ الْقُدُسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَحِلُّ بَيْعُهُنَّ وَلَا شِرَاؤُهُنَّ وَلَا تَعْلِيمُهُنَّ وَلَا تِجَارَةٌ فِيهِنَّ وَثَمَنُهُنَّ حَرَامٌ يَعْنِي الضَّارِبَاتِ.
7.      Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 4010
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا مَعْنُ بْنُ عِيسَى عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ عَنْ حَاتِمِ بْنِ حُرَيْثٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْمٍ الْأَشْعَرِيِّ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي الْخَمْرَ يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى رُءُوسِهِمْ بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ يَخْسِفُ اللَّهُ بِهِمْ الْأَرْضَ وَيَجْعَلُ مِنْهُمْ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِير.

3.4                     Kajian Linguistik
المعازف  berasal dari kata  عَزَفَ – يَعْزُفُ - عَزْفا   yang artinya melagu.[31]
Dalam Qomus Munjid juga diartikan sebagai "صَوَّتَ"  artinya bersuara sedangkan al Ma’azif   " هي آلات الطرب كاالطنبور والعود والقيشارة.[32] Al-Ma’azif [اْلمَعَازِف] merupakan jamak dari Al-Mi’zaf  [اْلمِعْزَف], biasanya diartikan sebagai alat musik yang ditabuh, termasuk di dalamnya rebab atau tanbur bahkan duff  (rebana).[33] Dalam Qamus Al-Muhith halaman 753 dinyatakan : [هي الملاهي ، كالعود والطنبور] = Ia adalah al-malahi (alat-alat musik dan permainan-permainan), seperti al-‘ud dan ath-thanbur (gitar atau rebab).[34] Dalam An-Nihayah, al-ma’azif  diartikan sebagai : [هي الدفوف وغيرها مما يضرب [ به] = Ia adalah seperti duff-duff atau selainnya yang biasa dipukul. Adz-Dzahabi dalam Siyaru A’laamin-Nubalaa’ mengatakan : [اسم لكلِّ آلات الملاهي التي يعزَف بها ، كالمزمار ، والطنبور ، والشبابة ، والصنوج] = Al-Ma’azif adalah setiap nama dari alat musik atau permainan (al-malahi) yang digunakan untuk mengiringi sebuah lagu atau sya’ir.
Sedangkan Ibnul-Qayyim dalam Ighatsatul-Lahfan memberikan kata-kata pamungkas untuk definisi Al-Ma’azif : [وهي آلات اللهو كلها ، لا خلاف بين أهل اللغة في ذلك] = Ia adalah seluruh alat permainan tidak ada perselisihan ahli bahasa untuk itu.  Namun makna alat musik dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya.
            Menurut Imam Ahmad Al Qurthubi menyatakan dalam Kasyful Qina’ halaman 47 :  al ghina (nyanyian) secara bahasa adalah meninggikan suara ketika bersyair atau yang semisal dengannya atau al ghina’ diartikan sebagai suara yang diperindah.
Imam Ahmad Al Qurthubi melanjutkan bahwa sebagian dari imam-imam kita ada yang menceritakan tentang musik orang Arab berupa suara yg teratur tinggi rendah atau panjang pendeknya seperti al hida’ yaitu musik pengiring unta dan dinamakan juga dengan an Nashab [35].
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik adalah  ilmu atau seni menyusun nada atau suara yang diutarakan, dikombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi suara yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang  dapat menghasilkan bunyi-bunyi).[36] Dalam pengertian lain musik diartikan sebagai pengungkapan gagasan melalui bunyi yang memiliki unsur dasar berupa melodi, irama, dan harmoni.
   Untuk memahami tekstual hadits ini, Penulis bersandar pada pendapat Syaikh Muhammad al-Ghazali dalam kitabnya Studi Kritis atas Hadits Nabi SAW antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual Bab Perihal Nyanyian, “Mungkin yang dimaksud Bukhari adalah gambaran yang menyeluruh dari sebuah pesta yang diisi dengan acara-acara minuman khamr serta nyanyian-nyanyian yang diiringi dengan perbuatan kefasikan. Pesta seperti ini jelas haram sesuai ijma’ kaum muslimin”.[37] Pendapat ini dapat diterima dan cukup menjelaskan kenapa Bukhari sendiri memasukkan haditsnya dalam Bab “Akan Datang Orang Yang Menghalalkan Khamr dan Menamakan Dengan Bukan Namanya” dan beliau tidak sedikitpun menyebutkan tentang pengharaman musik dan lagu. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam masalah ini adalah musik dan lagu itu haram jika diiringi dengan perbuatan maksiat  apalagi disertai dengan minuman khamr.

3.5                     Kajian Tematis Komprehensif    
3.5.1   Hadits tentang larangan musik
Setelah dilakukan kajian linguistik selanjutnya perlu dilakukan
kajian tematis komprehensif dimaksudkan untuk mempertimbangkan teks hadits lain yang memiliki tema hadits yang bersangkutan dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif dan tidak dipertentangkan antara hadits yang satu dengan yang lain.
Adapun hadits-hadits yang menyatakan keharaman bermusik, semuanya dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Hadits yang matannya jelas menyatakan keharaman, tapi sanadnya dha’if.
b. Hadits yang sanadnya shahih tapi matannya tidak jelas mengharamkan musik.

HR.Tirmidzi   
إذا فَعلتْ أُمّتي خَمْسَ عَشْرةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلاَءُ وَعَدَّ مِنْها واتّخَذتِ القَيْنا والمَعازِفَ
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,  “Apabila umatku telah mengerjakan lima belas perkara, maka telah halal bagi mereka bala’. Dan beliau SAW menghitung salah satu diantaranya adalah budak wanita Penyanyi dan alat-alat musik”.
(hadits ini matannya jelas mengharamkan musik, namun hadits ini dha’if (lemah). Bahkan Perowinya sendiri yaitu Al-Imam At-Tirmizy, jelas-jelas menyebutkan dalam Sunan At-Tirmizy, bahwa hadits tersebut tidak shahih.)

HR.Ahmad
إِنَّ اللهَ بَعَثَنِي رَحْمَةً وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ وَأَمَرَنِي أَنْ أَمْحَقَ الْمَزَامِيرَ وَالْكِنَّارَاتِ
Diriwayatkan dari Abi Umamah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT telah mengutusku menjadi rahmat dan petunjuk bagi alam semesta. Allah SWT telah memerintahkan aku untuk menghancurkan seruling dan alat-alat musik”.
(Hadits ini juga didha’ifkan oleh banyak ulama, di antaranya Al-Haitsami menyebutkan bahwa dalam rangkaian para Perowinya ada seorang Perowi yang dha’if bernama Ali bin Yazid.)
HR. Ahmad  :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ  قَالَ إنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَالْمَيْسِرَ وَالْكُوبَةَ وَالْغُبَيْرَاءَ
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT telah mengharamkan khamr, judi, kubah dan ghubaira (sejenis alat musik) ”.

HR. Abu Dawud no. 3696
Dari Abdullah bin ‘Abbas ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW:
إنّ الله حَرّمَ علَيّ أو حرّم الخمر والميسر والكوبه وكل مسكر حرام.
“ Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas diriku, atau telah mengharamkan khamr, judi, al kubah (sejenis alat musik) dan setiap hal yang memabukkan adalah haram.”

HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah
عَنْ نَافَعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ سَمِعَ صَوْتَ زِمَارَةِ رَاٍع فَوَضَعَ أُصْبُعَيْهِ فِي أذنيه وعَدَلَ راحِلتَهُ عن الطّرِيْقِ وَهو يقول رأيتُ رسول الله سَمِعَ زِمَارةَ : يَا نَافِع أَتَسْمَعُ ؟ فأقول : نَعَمْ فَيَمْضِي حَتىَّ قُلْتُ : لاَ فَرَفَعَ يَدَهُ وَعَدَلَ رَاحِلَتَهُ الى الطّريقِ وقال : راعٍ فَصَنَعَ مثْلَ هَذَاَ.
Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telingannya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Ia berkata: “Wahai Nafi’ apakah dengar?”. Saya menjawab: “Ya”. Kemudian melanjutkan perjalanannya sampai saya berkata: “Tidak”. Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata: Saya melihat Rasulullah SAW mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini”.
(Hadits ini termasuk dalam hadits yang tidak shahih dan tidak sharih.)
Menutup telinga  bukan berarti mengharamkan. Hadits ini sama sekali tidak menyebutkan halal atau haramnya mendengar suara musik secara eksplisit. seandainya meniup seruling itu haram, seharusnya Rasulullah SAW bukan menutup telinga, tetapi beliau menegur penggembala itu secara langsung. Mustahil buat seorang Nabi mendiamkan kemungkaran di depan mata. Karena hal itu berarti tidak amanah dalam menjalankan tugas-tugas kenabian.

HR. Abu Dawud no. 4279
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ مِسْكِينٍ عَنْ شَيْخٍ شَهِدَ أَبَا وَائِلٍ فِي وَلِيمَةٍ فَجَعَلُوا يَلْعَبُونَ يَتَلَعَّبُونَ يُغَنُّونَ فَحَلَّ أَبُو وَائِلٍ حَبْوَتَهُ وَقَالَ سَمِعْتْ عَبْدَ اللَّهِ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِي الْقَلْبِ.
Dari Abdullah ibn Mas’ud berkata, Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya lagu bisa menumbuhkan kemunafikan dalam hati” (Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Abu Daud sendiri). Kualitas hadits ini dha’if karena sanadnya terputus.

 HR. Ibn Majah Kitab al-Fitan Bab al-‘Uqubat No. 4010
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا مَعْنُ بْنُ عِيسَى عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ عَنْ حَاتِمِ بْنِ حُرَيْثٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْمٍ الْأَشْعَرِيِّ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي الْخَمْرَ يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى رُءُوسِهِمْ بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ يَخْسِفُ اللهُ بِهِمْ الْأَرْضَ وَيَجْعَلُ مِنْهُمْ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ.
“Akan ada sekelompok orang dari umatku yang meminum khamr sedangkan mereka menamakannya dengan nama lain. Mereka melakukannya sambil mendengarkan suara musik yang dimainkan dihadapan mereka serta nyanyian yang dinyanyikan oleh para biduanita. Sebagai akibatnya, bumi akan dimusnahkan oleh Allah.”
HR.  Ahmad sendirian dalam Musnad Ahmad Kitab Baqi’ Musnad al-Muktsirin Bab “Hadits Abu Umamah al-Bahili” No. 21275
حدثَنَا يَزِيدُ أَنْبَأَنَا فَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ الْحِمْصِيُّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ عَنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ بَعَثَنِي رَحْمَةً وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ وَأَمَرَنِي أَنْ أَمْحَقَ الْمَزَامِيرَ وَالْكَبَارَاتِ يَعْنِي الْبَرَابِطَ وَالْمَعَازِفَ وَالْأَوْثَانَ الَّتِي كَانَتْ تُعْبَدُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَأَقْسَمَ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ بِعِزَّتِهِ لَا يَشْرَبُ عَبْدٌ مِنْ عَبِيدِي جَرْعَةً مِنْ خَمْرٍ إِلَّا سَقَيْتُهُ مَكَانَهَا مِنْ حَمِيمِ جَهَنَّمَ مُعَذَّبًا أَوْ مَغْفُورًا لَهُ وَلَا يَسْقِيهَا صَبِيًّا صَغِيرًا إِلَّا سَقَيْتُهُ مَكَانَهَا مِنْ حَمِيمِ جَهَنَّمَ مُعَذَّبًا أَوْ مَغْفُورًا لَهُ وَلَا يَدَعُهَا عَبْدٌ مِنْ عَبِيدِي مِنْ مَخَافَتِي إِلَّا سَقَيْتُهَا إِيَّاهُ مِنْ حَظِيرَةِ الْقُدُسِ وَلَا يَحِلُّ بَيْعُهُنَّ وَلَا شِرَاؤُهُنَّ وَلَا تَعْلِيمُهُنَّ وَلَا تِجَارَةٌ فِيهِنَّ وَأَثْمَانُهُنَّ حَرَامٌ لِلْمُغَنِّيَاتِ قَالَ يَزِيدُ الْكَبَارَاتِ الْبَرَابِطُ.
Diriwayatkan dari Abu Umamah, dari Rasulullah bahwa beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah mengutusku sebagai rahmat dan petunjuk bagi seluruh alam, dan memerintahku untuk membinasakan seruling, genderang, alat-alat musik petik dan patung-patung (berhala) yang disembah di masa jahiliyah.”
3.5.2  Hadits yang membolehkan musik
HR. Muslim no.1482
حدّثنِيْ هَارونُ بْنِ سَعِيدٍ الاَلِيْ وَ يونسْ بنُ عَبدٍ الاعلى واللَفْظ لهارُوْنَ قَالَ حدّثنَا بن وهبٍ اَخْبَرَنا عَمرُوْ اَنّ مُحمّدَ بن عَبْدٍ الرّحمن حدّثه عنْ عُرْوَة عن عائشة قالتْ دَخَلَ رسول الله  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ عِندي جاريَتان تُغنيَانِ بغنَاء بُعاثٍ فاضْطَجَعَ على الفراش و حَوّلَ وجههُ  فدخَلَ ابو بكرٍ فا نتَهرَني و قال مِزمار الشيطان عبد رسول صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فاَقبل عليهِ  رسول الله  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال دَعْهما فلمّاغَفل غمزتُهُما فخَرجتا وكان يومَ عيد يَلْعَب السودانُ بالدَرقِ والحِرَابِ فأمّا سألتُ رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ واِمّا قال تشتَهيِنَ تنظُريْنَ فقُلْتُ  نَعَمْ فأقا منِي وراءه خدّي على خدِّه وهو يقول دونَكُم يا بَنِي أَرْفِدَة حتى اِذا مَلِلْتُ قال حَسبُكِ قُلْتُ نعَم قال فادْهبِي.   
Aisyah RA berkata  : “bahwa Rasulullah SAW masuk ke rumahku ketika itu ada dua budakku lagi menyanyikan sebuah lagu, Rasulullah berbaring di kasur sambil memalingkan wajah beliau, maka Sayyidina Abu Bakar ra masuk ke dalam rumah lalu membentak Aisyah, beliau berkata bahwa telah didendangkan lantunan musik Syaithan di samping Rasulullah, lalu Rasulullah menemui Abu bakar lalu beliau bersabda : “biarkanlah dengan apa yang telah dilakukan oleh kedua budak tersebut...”

HR.Bukhari no. 2691 :
حدّثنا إسماعيل قال حدّثنَي بن وهبٍ قال عَمرُوْ حدثنِي أبو الأسْوَدِ  عَنْ عرْوةَ عَنْ عائشة رضي الله عنها دخل عليَّ رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وعِنْدِي جَارِيَتان تغنيان بغناء بُعَاثَ فاضطجَعَ على الفراش وحوّلَ وجهه فدخل أبو بكرٍ فانتهرني وقال مِزْمارة الشَيْطان عند رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فأقبل عَليْه رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال دَعْهما فلمّاغَفل غمزتُهُما فخَرجتا وكان يومَ عيد يَلْعَب السودانُ بالدَرقِ والحِرَابِ فأمّا سألتُ رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ واِمّا قال تشتَهيِنَ تنظُريْنَ فقُلْتُ  نَعَمْ فأقا منِي وراءه خدّي على خدِّه وهو يقول دونَكُم يا بَنِي أَرْفِدَة حتى إذا مَلِلْتُ قال حَسبُكِ قُلْتُ نعَم قال فادْهبِي أبو عبد الله قال أحمد عن ابن وَهبٍ فلمّا غفَلَ.         
Dari Aisyah RA berkata  : telah masuk Rasulullah SAW ke rumahku ketika itu ada dua budak yang sedang bernyanyi, maka Rasulullah berbaring di kasur, dan memalingkan wajahnya, Abu Bakar ra masuk dan memarahi Aisyah ra, maka Abu bakar berkata : bahwa telah didengarkan di sisi Rasulullah lantunan musik dari Syaithan, maka Rasul menemui Abu bakar lalu bersabda biarkanlah dengan keduanya...”
HR. Ibn Majah Kitab al-Nikah no. 1885
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ مَيْمُونٍ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ وَاجْعَلُوهُ فِي الْمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفُوفِ
Dari Aisyah, Nabi SAW bersabda “Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana.”
HR. Muslim Kitab Shalat al-Musafirin wa Qashriha No. 1321 dan 1322, dan  al-Tirmidzi Kitab al-Manaqib No. 3790.
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى الْحِمَّانِيُّ حَدَّثَنَا بُرَيْدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ جَدِّهِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ يَا أَبَا مُوسَى لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ.
Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari, Nabi SAW berkata padanya: “ Telah dikaruniakan padamu suara seruling seperti seruling keluarga Daud” Kualitas hadits ini shahih.
HR. Ibnu Majah no.1889
حدّثنا هشامُ بن عمّارٍ حدّثنا عيسَى بن يونسَ عوفٌ عن تمامة بن عبد اللهِ عن أنسٍ بْن مالكٍ أنّ النّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مرَّ ببعضِ المدينةِ فإذا هو يجوارٍ يضْربْنَ يدفهنّ ويتغنّينَ ويقُلْنَ نَحْنُ جوارٍ مِنْ بَنِيْ النّجّارِ يا حبّدا محمّدٌ من جارٍ فقال النّبيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يعلمُ الله إنّيْ الأحِبُكنّ.
“Bahwa Nabi SAW pernah melintasi sebahagian kota “Madinah” kemudian beliau bertemu dengan kaum "Jawwar" mereka sedang memukul gendang sambil bersenandung, mereka mengatakan kepada Nabi bahwa kami adalah “Jawwar” dari Bani Nazar. Maka Nabi bersabda : Allah maha mengetahui sungguh aku mencintai kalian.”
HR. Ad Darimi no. 3359
أخْبَرَنا سليمانُ بنُ حرْبٍ حدّثَنا حمّادُ بْن زَيْدٍ عن أيوبَ قال قدمَ سَلْمَةٌ البيْدقُ المَدِينة فقامَ يصلّي بهم فقيل لسالمٍ لوْ حيْتَ فسَمِعْتَ قرَاءَته  رَجَع فقال غِناءٌ غِناءٌ.
“Salamah al Baidzaq datang dari Madinah maka berdiri dan sholat bersama mereka, maka dikatakan kepada Salim bin Abdullah jika engkau datang maka engkau akan mendengar bacaannya, maka ketika berada di pintu Masjid, mendengar bacaannya dia kembali dan berkata :  ada nyanyian.. nyanyian..”
Muslim Kitab Shalat al-‘Ida’ain No. 1479-1484
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ تُغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتْ الْأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثَ قَالَتْ وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَمَزَامِيرُ الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَ.
Dari Aisyah ra suatu hari Abu Bakar ra. masuk ke rumah Rasul SAW di sana ada dua Jariyah yang sedang bernyanyi dengan memainkan rebana, mereka sudah biasa bernyanyi, sedangkan Rasulullah SAW terhalang dengan tirainya. Abu Bakar melarang keduanya sehingga Rasulullah SAW membuka tirai sambil bersabda,  “Wahai Abu Bakar biarkanlah (mereka bernyanyi) karena hari ini adalah hari Id (hari raya)”. (Hadits ini ditakhrij juga oleh al-Nasa’I Kitab Shalat al-‘Id’ain No. 1575-1577 dan1579, Ibn Majah Kitab al-Nikah No. 1888, Ahmad Kitab Baqi’ Musnad al-Anshar No. 22920, 23161, 23392, 23400, 23541, 23709, 23804, 23879, 24168, 24358, 24769, 24906, 25123). Kualitas hadits ini Shahih masyhur.
Hadits ini juga menjadi dasar bolehnya bernyanyi dan memainkan gendang atau rebana. Hal ini tampak jelas dari kata-kata Nabi SAW  ”Biarkanlah”. Tidak mungkin Nabi SAW membiarkan yang haram. Dalam hari raya tidak dibolehkan melakukan sesuatu yang haram.  Bagaimana mungkin sesuatu yang haram menjadi halal karena hari raya.
Dari ‘Aisyah, bahwa beliau menghadiri pernikahan seorang wanita Anshar, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Wahai ‘Aisyah, apakah mereka tidak memainkan ‘lahwun’? Bukankah orang Anshar sangat menyukai permainan (al lahwu)?” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya, meriwayatkan dari ‘Aisyah, beliau berkata: “Di kamarku ada Jariyah dari Anshar, kemudian aku menikahkannya, maka ketika Rasulullah masuk pada hari pernikahannya, ia sama sekali tidak mendengar nyanyian ataupun lahwun, kemudian dia bersabda: “Wahai ‘Aisyah, apakah engkau tidak memberikan nyanyian untuknya?” lalu ia bersabda: “Bukankah ini kampungnya orang Anshar, dan mereka sangat menyukai nyanyian?”(HR. Ibnu Hibban, no.5875, rijalnya tsiqat).
Imam Ibnu Majah, meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dia berkata: “Aisyah menikahkan kerabat dekatnya, orang Anshar. Kemudian Rasulullah datang dan bertanya: “Sudahkah engkau memberikan hadiah untuknya?” ‘Aisyah menjawab: “Ya, sudah.” Rasulullah bertanya lagi, “Sudahkah engkau mengirim orang untuknya bernyanyi?” ‘Aisyah menjawab : “Belum.” Kemudian Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya kaum Anshar adalah kaum yang suka senda gurau, alangkah bagusnya engkau kirimkan baginya orang yang menyambut tamu tamu dengan syair  (menyanyikan):
Aku datang kepadamu …. Aku datang kepadamu ….Semoga Allah mencukupkan kami, dan mencukupkan kamu sekalian” (HR. Ibnu Majah, no. 1900)
            Dari Buraidah: “Rasulullah SAW hendak menuju peperangan, ketika kembali dari peperangan, ada seorang Jariyah hitam datang kepada Rasulullah, dan berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku telah bernadzar, apabila engkau kembali dengan selamat, aku akan menabuh duff dan bernyanyi di hadapanmu,” Maka Rasulullah Saw bersabda: “Apabila engkau telah bernadzar, maka tabuhlah sekarang, karena apabila tidak maka engkau telah melanggar nadzarmu.” Kemudian jariyah tersebut menabuh duff dan bernyanyi, kemudian ketika Abu Bakar ra. datang, Jariyah itu masih menabuh dan bernyanyi lalu ketika Ali ra. datang jariyah itu masih menabuh dan bernyanyi, lalu ketika Utsman ra. datang ia juga masih menabuh dan bernyanyi. Tetapi, ketika Umar ra. datang, ia (Umar) langsung melemparkan duff itu ke arahnya, lalu Jariyah itu duduk. Lalu, Rasulullah Saw bersabda: “Wahai Umar, sungguh setan akan takut kepadamu, sungguh ketika aku duduk ia menabuh, begitu pula ketika Abu Bakar, Ali dan ‘Utsman, ia tetap menabuh. Tetapi, ketika engkau masuk wahai Umar, engkau lemparkan duff itu.” (HR. Ahmad, dan Tirmidzi)
Riwayat ini menunjukkan bahwa Rasulullah, Abu Bakar, Utsman, dan Ali ikut mendengarkan nyanyian dan tabuhan. Dan kita juga sama mengetahui bahwa bernadzar tidak boleh dengan perkara maksiat. Jadi, ketika Rasulullah SAW memerintahkan agar jariyah itu menunaikan nadzarnya dengan menabuhkan duff, itu menunjukkan bahwa manabuh duff dan bernyanyi bukan maksiat. Jika itu maksiat, maka mustahil Rasulullah SAW meridhai bahkan memerintahkan untuk memainkannya.
Iman Al-Ghazali menyebutkan nash yang jelas dalam kitabnya Ihya Ulumuddin bab As-Sama’min Rub’il Adat bahwa menyanyi itu tidak haram, nash tersebut menerangkan bahwa Rasulullah berdiri lama untuk menyaksikan sebuah permainan anggar yang dilakukan orang-orang Habasyah dan beliau pula mendengarkan musik, hal tersebut dilakukan untuk mengikuti keinginan Aisyah ra, Rasul bertanya kepada Aisyah “Apakah kamu ingin menyaksikannya ? “ (HR. Bukhari no. 400), kemudian Aisyah bersama Rasul menyaksikannya sampai Aisyah merasa jenuh dan bosan. Hadits ini menunjukan bahwa etika yang baik untuk menyenangkan hati isteri dan anak-anak  dalam menyaksikan hiburan lebih baik daripada kekasaran zuhud dan sikap berlebihan dalam melarang.
Dari Said bin Yazid, bahwa ada seorang wanita datang menemui Nabi SAW, kemudian beliau  bertanya kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, apakah engkau kenal dia?” ‘Aisyah menjawab: “Tidak, wahai Nabi Allah.” Lalu Nabi bersabda: “Dia itu Qaynah dari Bani Fulan, apakah kamu mau ia bernyanyi untukmu?”, maka bernyanyilah qaynah itu untuk ‘Aisyah. (HR. An Nasa’i).
Dari hadits di atas, kita melihat kemubahan nyanyian  sangat jelas, sebab tak mungkin Rasulullah SAW memerintah orang lain bernyanyi untuk ‘Aisyah, jika memang bernyanyi itu haram.
            Beberapa hadits di atas tidak ada perkataan Rasulullah SAW yang secara tegas menyatakan pelarangan musik kecuali apabila musik atau nyanyian diiringi dengan sesuatu yang memang diharamkan oleh Islam seperti meminum khamr, berzina dan ditampilkan oleh biduanita yang menimbulkan syahwat. Dan musik disunatkan dalam situasi gembira untuk melahirkan perasaan riang dan menghibur hati. Seperti pada hari raya, resepsi pernikahan dan juga ketika menyambut kedatangan orang yang sudah lama pergi.[38]
Penulis mengklasifikasi antara hadits yang membolehkan dan menghalalkan musik. Apabila membandingkan periwayatan antara keduanya maka didapati hadits yang membolehkan musik lebih shahih dan lebih kuat, bahkan terdapat hadits riwayat Bukhari yang lebih shahih dengan periwayatan dari ‘Aisyah yang menghalalkan musik.

3.6    Kajian  Konfirmatif
3.6.1     Dalil yang mengharamkan
QS. Luqman : 6
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ  عَذَابٌ مُّهِينٌ
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
Menurut al Hasan, tafsiran lahwal hadits  pada ayat di atas  adalah segala obrolan, ketawa, nyanyian dan sejenisnya yang dapat memalingkan dari ibadah dan mengingat Allah SWT.
QS. Al-Isra’ : 64                                                                                   
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ
“Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu.”
Yang menjadi titik perhatian dalam ayat ini adalah kata “Bi Shautika”(بصوتك) yang dimaknai dengan bi-llahwi wal ghina (باللهو والغناء). Pemaknaan (بصوتك ) dengan al ghina karena nyanyian erat kaitannya dengan suara. Akan tetapi suara dalam firman ini adalah suara yang membawa kepada kemaksiatan. Maka musik tidak mutlak haram jika tidak ada unsur kemaksiatan.
QS. Al-Qashash : 55
وَ إِذَا سَمِعوُاُ اللَغُوَ أَعُرَضواُ عَنُه وَقَالواُ لَنا أَعُمَالنَا وَلَكمُ أَعُمَالَكمُ سَلَم عَلَيُكمُ لَا نَبُتَغِي الُجَاهِلِيُنَ
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka
 berpaling daripadanya dan mereka berkata: Bagi kami amal-amal kami dan
 bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin
 bergaul dengan orang-orang jahil".
QS. Al Jumu’ah : 11.
وإذا رَأَوْ تِجَارَةً أوْ لهْوًا انْفَضّوْا الَيْها وتَرَكُوْكَ قَائِمًا قلى قلْ ماعند الله خَيْرٌ مِّنَ اللّهوِ ومِنَ التجارةِ قلى والله خيْرُ الرّازقِيْنَ
“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan (lahwun), mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan dan Allah sebaik-baik pemberi rizki.”
Sebab turunnya ayat ini bahwa ketika datang kafilah dagang yang telah ditunggu-tunggu oleh orang-orang Islam (saat itu sedang melaksanakan shalat jum’at), tiba dengan membawa barang-barang dagangan, maka serta merta mereka menyambutnya dengan nyanyian dan tabuh-tabuhan, sebagai ungkapan rasa senang atas kedatangan kafilah tersebut dengan selamat, juga sebagai ungkapan harapan mereka agar barang dagangannya bisa menghasilkan keuntungan yang banyak. Karena itu, mereka berebut mengambil dagangan, sehingga Rasulullah SAW yang sedang khutbah mereka tinggalkan, dalam riwayat lain disebutkan sampai-sampai yang tersisa dari jama’ah shalat jumat hanya dua belas orang saja.
Allah SWT menyebut permainan dan perniagaan dalam satu susunan kalimat, saat itu perniagaan dan musik telah memalingkan mereka dari shalat jum’at. Jadi, sebenarnya yang diharamkan bukanlah permainan atau musik dan perniagaannya secara zat atau perbuatan, melainkan efek ‘melalaikannya’ itu. Sedangkan kelalaian bisa terjadi karena hal lainnya di dunia ini, bahkan dunia hakikatnya adalah permainan (lahwun) yang melalaikan, maka seharusnya yang diharamkan bukan hanya nyanyian, tetapi seluruh isi dunia.
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.” (QS. Muhammad: 36).
Dari firman-firman yang mengharamkan musik di atas, tak ada yang menyebutkan pengharaman secara gamblang terhadap musik. Beberapa firman mengaitkan musik dengan lahwun yang berati permainan yang berfungsi menghibur karena musik sendiri merupakan salah satu bentuk hiburan. Akan tetapi  lahwun dimaknai dengan sesuatu yang melalaikan dan perbuatan yang sia-sia. Maka jika musik itu bermanfaat hukumnya menjadi boleh. Sehingga tidak ada pengharaman secara mutlak untuk musik.

      3.6.2 Dalil yang membolehkan
    Dalil-dalil yang dipergunakan  oleh ulama yang membolehkan musik
adalah  para ulama Islam telah membuat ketetapan bahwa pada asalnya segala sesuatu itu boleh. Berdasarkan firman Allah surah al-Baqarah : 29
هو الذِى خلقَ لَكمْ مّا فِي الأرضِ جمِيعًا
“ Dia lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.”
            Tidak ada sesuatu yang diharamkan kecuali dengan nash yang sah dan sharih dari kitab Allah atau sunah Rasul, ataupun  ijma’ yang sah dan meyakinkan. Apabila tidak terdapat nash atau ijma’, atau terdapat nash yang sharih tapi tidak shahih atau shahih tetapi tidak sharih yang mengharamkan sesuatu, maka yang demikian itu tidak mempengaruhi kehalalan dan tetaplah ia dalam batasan kemaafan yang luas[39].

QS. al-An’am : 119
وَقدْ فَصّل لَكمْ ما حَرّم عليْكم
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang telah diharamkan-Nya atasmu.”
            Segala yang telah diharamkan oleh Allah telah Allah jelaskan secara rinci. Bila tidak dijelaskan secara rinci oleh Allah keharamannya, maka hukumnya halal.

3.7                     Analisis Realitas Historis
Untuk memahami suatu hadits diperlukan pula kajian melalui
pendekatan historis baik secara mikro maupun makro. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya pada saat turunnya sabda Rasul tersebut.
            Adapun analisis realitas historis pada hadits riwayat Bukhari bab “ akan datang orang yang menghalalkan khamr dan menamakan dengan bukan namanya” tentang musik, Penulis tidak dapat menelusuri asbabul wurud mikro dari turunnya hadits ini namun Penulis dapat menelusuri asbabul wurud secara makro.
            Menurut analisa Penulis, hadits tersebut sesuai dengan tradisi dan kondisi masyarakat Jahiliyah yang senang mengadakan pesta minum-minuman khamr, berzina, dan perbuatan maksiat lainnya diiringi dengan musik yang membuat mereka lalai. Lantunan sya’ir serta tabuhan alat-alat musik membuat mereka melupakan kewajiban-kewajiban dan mengabaikan yang haq. Masyarakat Jahiliyah  telah mengenal alat-alat musik jauh sebelum kedatangan Islam. Bahkan cucu keenam Nabi Adam as bernama Lamech telah menemukan alat musik berdawai empat (oud) yang merupakan cikal bakal dari gitar modern saat ini [40].
Mereka pula  sangat mengapresiasi terhadap bahasa dengan kualitas sastra yang tinggi. Mereka sangat menyukai puisi atau keindahan syair-syair yang didendangkan. Bahkan musik atau puisi telah berkembang sebelum kedatangan Islam dan telah mendarah daging dalam diri masyarakat di Semenanjung Arab. Salah satu faktor cepat diterimanya Islam oleh masyarakat Arab juga karena mukjizat Rasul yaitu al-Qur’an yang memiliki susunan-susunan syair terbaik dan terindah, tidak ada yang mampu membuat sya’ir seperti al-Qur’an.
Dalam sejarah ditemukan bahwa ketika umat Islam menyambut kemenangan pasukan perang badar, pada saat itu mereka mendendangkan musik dan melantunkan berbagai nyanyian[41]. Kemudian saat kedatangan Nabi hijrah dari kota Mekkah ke kota Madinah beliau juga diiringi dengan alunan musik dan lantunan lagu thala’al Badru.[42] Rasul pula dalam haditsnya membolehkan dua Jariyah untuk bernyanyi pada saat hari raya. Memerintahkan kepada ‘Aisyah untuk memberi hadiah seseorang yang menyanyi di pernikahan orang ‘Anshar.
Pada hakikatnya mencintai keindahan dan ingin bergembira adalah fitrah dan naluri setiap manusia. Musik adalah salah satu bentuk keindahan juga hiburan. Islam adalah agama yang sangat sejalan dengan fitrah kemanusiaan[43]. Islam tidak akan membunuh fitrah manusia tersebut sepanjang pelaksanaannya bernilai positif dan untuk memperoleh ridho Allah.

3.8                     Analisis Generalisasi
Musik adalah salah satu bentuk hiburan yang dapat menghibur jiwa dan
menggembirakan hati. Allah SWT tidak pernah mencela seseorang yang menghibur dirinya dengan suatu jenis hiburan agar dapat membantunya setelah itu dalam mengerjakan kewajibannya secara serius. Rasulullah SAW tidak melarang umatnya untuk sesekali menghibur diri. Begitu pula dengan para sahabat Rasul, ketinggian spiritual yang telah dicapai oleh mereka membuat sebagian orang mengira bahwa mereka selalu serius, tidak mau bergembira, selalu tekun beribadah dan senantiasa berpaling dari kesenangan hidup dan keindahan dunia. Pada kenyataannya mereka mengetahui kebutuhan jiwa dan ingin memenuhi panggilan fitrah, juga hendak memenuhi hak hatinya untuk beristirahat dan bergembira.[44] Islam tidak mewajibkan kepada umatnya agar seluruh percakapannya berupa dzikir, diamnya berarti berpikir, seluruh pendengarannya hanya kepada al Qur’an, dan seluruh waktu senggangnya ada di masjid.[45] Tetapi Islam adalah agama yang sangat menghargai fitrah dan naluri manusia.
            Mengamati berbagai dalil yang dijadikan hujjah pengharaman musik yang menjadi titik pengharaman bukanlah musik secara zat dan perbuatan akan tetapi efek melalaikan. Musik diartikan dengan “lahwu” secara bahasa berarti permainan yang sering diartikan sebagai sesuatu yang tidak berguna, akan tetapi pada kenyataannya musik adalah sesuatu yang juga memiliki manfaat.
Adapun manfaat musik dalam kehidupan sangat banyak. Saat ini,
musik dimanfaatkan sebagai media dakwah. Penanaman nilai-nilai agama dapat dilakukan melalui musik. Cara ini tampaknya lebih mudah tertanam di dalam bathin terutama bagi anak-anak. Bagi orang tertentu memiliki cara belajar yang khas, misalnya seseorang dapat lebih konsentrasi belajar bila diiringi dengan musik. Dan lebih mudah hafal serta terus mengingat suatu materi pelajaran jika materi pelajaran tersebut dinyanyikan. Seperti metode menghafal mutholaah, makhfudzot, MIPA dan mata pelajaran yang lain. Ketika kita menggunakan metode ini, sama artinya kita menyeimbangkan kerja otak kanan dan otak kiri, metode tersebut membuat daya ingat lebih tajam dibanding menghafal yang hanya mengandalkan otak kiri saja.
Oleh staff  IQEQ penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengar musik yang berirama dan bernada teratur akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Musik membuat pikiran menjadi tajam dan latihan kognitif. Beberapa penelitian lain telah menggambarkan bahwa mendengarkan musik adalah suatu usaha yang lebih kompleks dari kelihatannya. Otak manusia memilah nada, waktu, dan pengurutan suara untuk memahami musik. Diyakini bahwa lobus frontal otak dirangsang dan diaktifkan ketika mendengarkan musik.[46] Karena area tersebut adalah bagian otak yang berhubungan dengan fungsi mental yang lebih tinggi seperti berpikir abstrak atau perencanaan. Frances Rauscher, Psikolog di University of Wisconsin di Oshkosh dan rekan-rekannya menemukan bahwa mendengarkan musik Mozart dapat meningkatkan penalaran orang di bidang matematika dan kemampuan spasial.[47]                     
Musik klasik dapat mencerdaskan janin dalam kandungan, janin yang terbiasa mendengar musik klasik yang tenang memang cenderung jadi anak yang tenang. Ia juga gampang tidur nyenyak dan tidur lelap, hal ini ada hubungannya dengan perkembangan otak, sel saraf di otak akan tumbuh pesat ketika janin tidur. Kalau ia tenang, tidur pun cukup. Perkembangan otak pun jadi maksimal.
Grace Sudargo, seorang musisi sekaligus pendidik mengatakan  “ dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia.” Beberapa penelitian telah menemukan bahwa mendengarkan musik dapat mengurangi rasa sakit, musik dapat bermanfaat bagi Pasien penyakit jantung dengan mengurangi tekanan darah, denyut jantung dan kecemasan.[48]
            Sebelum para peneliti modern menemukan pengaruh musik terhadap
 jiwa manusia, Ibnu Ishaq al- Kindi (801-873 M) tercatat sebagai Psikolog muslim pertama yang memanfaatkan musik untuk terapi dan berhasil menyembuhkan seorang anak yang mengalami Quadriplegic atau lumpuh total. Para ilmuwan di era Ottoman (Turki) sudah mampu menetapkan jenis musik tertentu untuk penyakit tertentu. Misalnya, jenis musik huseyni dapat mengobati demam, kemudian jenis musik Zengule dan irak untuk mengobati meningitis. Sementara itu, masyarakat barat baru mengenal terapi musik pada abad ke 17 M. Musisi Islam lebih dulu mengenal bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjadi pelopor dalam perkembangan musik saat ini. Mereka pula mewariskan sederet instrument yang terbilang penting bagi masyarakat modern. Banyak alat-alat musik yang dibuat oleh musisi Islam yang menjadi cikal bakal alat-alat musik modern. Seperti gitar modern merupakan turunan dari alat musik berdawai empat (Oud) yang dibawa masyarakat Muslim. Menurut al-Farabi, Oud ditemukan oleh Lamech cucu keenam Nabi Adam as [49]. Zyriab merupakan pemain Oud termasyhur di Andalusia. Dia tercatat sebagai pendiri sekolah musik pertama di Spanyol.
Dua alat musik tiup terbuat dari kayu yang disebut Alboka dan Al Boque berasal dari bahasa arab ‘albuq’ yang berarti terompet. Inilah cikal bakal klarinet dan terompet modern. Kemudian Hurdy Gurdy dikenal sebagai nenek moyang piano. Ternyata piano juga merupakan warisan dari peradaban Islam di zaman kekhalifahan. Ilmuwan Islam seperti Banu Musa Bersaudara, telah menciptakan alat musik dengan teknologi yang canggih yaitu instrument musik mekanik dan organ hidrolik otomatis. Inilah mesin pertama yang bisa diprogram. Selain itu juga, Biola, Rebec, dan Rebab biola modern yang saat ini berkembang pesat di dunia barat ternyata juga berawal dan berakar dari dunia Islam. Alat musik gesek itu diperkenalkan oleh orang timur tengah kepada orang Eropa pada masa kejayaan kekhalifahan Islam. Biola pertama berasal dari Rebec yang telah digunakan oleh Musisi Islam sejak abad ke 10 M. Cikal bakal biola juga diyakini berasal dari Rebab, alat musik asli Arab yang ditemukan oleh al-Farabi.
Eksistensi musik saat ini tidak lepas dari pengaruh musisi Islam. Al-Kindi adalah musisi Islam yang pertama kali memperkenalkan kata ‘musiqi’. Ishaq al-Mausuli adalah musisi Islam yang memperkenalkan solmisasi (do re mi fa sol la si do) dalam bukunya berjudul Book of Notes and Rhythms.
Peradaban Islam di masa keemasan telah menyumbangkan beragam warisan penting bagi masyarakat modern. Masyarakat barat tak hanya berhutang budi karena telah menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan umat Islam di zaman kekhalifahan, tapi juga di bidang seni musik. Pencapaian yang tinggi di bidang musik menunjukkan betapa masyarakat  Muslim telah mencapai peradaban yang sangat tinggi di abad pertengahan. Musik melewati perkembangan emasnya dari tangan-tangan musisi Islam.
3.9       Kritik Praksis
      Melihat analisis generalisasi tentang musik di atas, maka penyebutan musik dengan sesuatu yang tidak berguna dapat dibantah. Karena kenyataannya  musik memiliki manfaat yang cukup besar bagi kehidupan.
Mengkritiki hadits yang menjadi pembahasan Penulis, Bukhari memasukkan dalam bab “akan datang orang yang menghalalkan khamr dan menamakan dengan bukan namanya.” Beliau tidak menamakan babnya tersebut dengan “pengharaman musik atau  ma’azif” dalam kitab shahihnya itu tidak ada sedikitpun pokok bahasan tentang pengharaman musik. Bukhari bermaksud menggambarkan sebuah pesta yang diisi dengan meminum  khamr serta perbuatan kefasikan lainnya dan diiringi musik. Maka dalam hadits ini musik itu haram apabila diiringi dengan sesuatu yang haram (perbuatan maksiat) apalagi disertai dengan minuman khamr. Seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Yusuf Qaradhawi menjelaskan bahwa tidak semua lagu diperbolehkan. Oleh karena itu ada batasan yang harus diperhatikan, antara lain:
  1. Topik atau isi musik tidak bertentangan dengan adab dan ajaran Islam.
  2. Penampilan penyanyi di dalam membawakan musik tidak dengan nada dan gaya yang sengaja membangkitkan nafsu, menimbulkan fitnah, dan merangsang syahwat.
  3. Musik tidak disertai dengan yang haram, seperti minum khamr, menampakkan aurat, atau pergaulan antara laki-laki dan perempuan tanpa batas.
  4. Sesungguhnya Islam mengharamkan sikap berlebih-lebihan dalam segala hal termasuk dalam ibadah. Maka berlebihan dalam mendengarkan musik adalah dilarang karena dapat melalaikan hati manusia dari melakukan kewajiban-kewajiban, mengabaikan yang hak serta menyita kesempatan manusia yang sangat terbatas.
  5. Dari sisi pendengar, apabila musik dapat menimbulkan rangsangan dan mendatangkan fitnah, membawa ia dalam khayalan, dan sisi kebinatangannya mengalahkan sisi kerohaniannya.
Quraish Shihab mengatakan bahwa tidak semua keindahan atau
seni dapat ditolerir oleh Islam. Seni atau keindahan itu terlarang apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut, dapat merusak agama, merusak jiwa, merusak kehormatan, merusak harta benda, merusak keturunan serta dapat membawa kepada kelalaian.
            Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa ada empat faktor yang dapat mengalihkan hukum musik menjadi haram, yakni :
  1. Apabila penyanyi adalah seorang wanita yang tidak halal untuk dipandang
            dan dikhawatirkan menjadi fitnah apabila mendengarkannya.
  1. Apabila didalam musik terkandung perkataan yang mencaci-maki dan kata-kata kotor dan  dusta.
  2. Apabila musik dapat menimbulkan syahwat.
  3. Apabila orang yang mendengarkan musik itu mencintai penyanyi idolanya melebihi cintanya kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
            Pengertian musik adalah sebuah pengungkapan gagasan bunyi yang unsur dasarnya berupa irama, melodi, dan harmoni.[50] Musik sangat berkaitan dengan nyanyian (al ghina) diartikan sebagai ragam suara yang berirama (membaca, syair atau puisi, dan lain-lain).[51]  Musik juga memiliki arti  meninggikan suara ketika bersyair atau suara yang diperindah. Maka apabila merujuk pada pengertian di atas, maka tanpa dipungkiri bahwa sejumlah ritual keagamaan yang dijalankan umat Islam mengandung musikalitas seperti adzan, takbiran ketika hari raya, sholawatan, dan ilmu qori’ah dalam pembacaan al-qur’an.  
Dalam riwayat hadits diceritakan bahwa Salim mendengar bacaan al Qur’an lalu disangkanya nyanyian.
أخْبَرَنا سليمانُ بنُ حرْبٍ حدّثَنا حمّادُ بْن زَيْدٍ عن أيوبَ قال قدمَ سَلْمَةٌ البيْدقُ المَدِينة فقامَ يصلّي بهم فقيل لسالمٍ لوْ حيْتَ فسَمِعْتَ قرَاءَته  رَجَع فقال غِناءٌ غِناءٌ
“Salamah al Baidzaq datang dari Madinah maka berdiri dan sholat bersama mereka, maka dikatakan kepada Salim bin Abdullah jika engkau datang maka engkau akan mendengar bacaannya, maka ketika berada di pintu Masjid, mendengar bacaannya dia kembali dan berkata :  ada nyanyian.. nyanyian..”
            Indonesia adalah negara yang memiliki beragam kekayaan budaya, salah satunya adalah musik. Musik tersebut adalah hasil dari kreativitas mereka sebagai ciri khas masing-masing daerah dan lambang persatuan. Bukan hanya wilayah di Indonesia saja yang memiliki musik khas tapi hampir seluruh negara di dunia memiliki lagu kebangsaan.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Muhammad. 1994. Studi Kritis atas Hadis Nabi SAW antara
Pemahaman Tekstual dan Kontekstual terj. Muhammad al-Baqir. Bandung: Mizan.

Almanar, Abduh. 2011.Studi Ilmu Hadits. Jakarta : Gaung Persada Press.
Al-Qardlawy, Yusuf. 1993. Keluasan dan keluwesan hukum Islam. Semarang : Dina
 Utama.
Al Ula, Thaba’ah Mu’awiyah.2008. Munjid Fil Lughah wal ‘alam.Beirut : Daarul
 Musyrif.
At Thohan, Mahmud. 1405. Taysiru Musthalahul Hadits.Indonesia : Alhayman.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indinesia
. Jakarta :  Balai Pustaka
Erliany. 2010. Nyanyian.Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta.
Laonso, Hamid, Muhamad Jamil. 2005. Hukum Islam Terhadap Masalah Fiqh
 Konteporer, Jakarta : Restu Illahi.
Manzhur, Ibn. Lisan al-‘Arab juz 9.Beirut: Alam al-Kutub.
Matsna, Moh. 2004. Qur’an Hadits.Semarang : PT. Karya Toha Putar.
Mausu’ah al-Hadits al Syarif V.3.1
Muslim, Abu. 1989.1001 Hal Yang Paling Sering ditanyakan Tentang Islam. Jakarta:
 Kalil P.T. Gramedia Pustaka Utama.
Mustaqim, Abdul. 2008. ilmu Ma’anil Hadis Paradigma Interkoneksi Berbagai Teori
 dan Metode Memahami Hadis.Yogyakarta: Idea Press.
Nugroho, Aji. 2010. Mencari Surga di bawah Naungan Suami.Yogyakarta : UIN
 Sunan Kalijaga Jogjakarta.
Purnomo,Wahyu.2010. Terampil Bermusik untuk SMP dan MTs.Jakarta : Pusat
 Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional.
Rahman, Facthur.2010. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
Suparta, Munzier. 2011. Ilmu Hadits. Jakarta : Rajawali Pers.
Qaradhawi, Yusuf. 2001. Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid II.Jakarta: Gema Insani.
.                           .2011. Halal dan Haram.Jakarta : Robbani Press.
Qomary, Achmad.2003. Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah. Jakarta: CV. Wangsamerta.
Yunus, Mahmud.1989. Kamus Arab- Indonesia.Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wa
 Dzurriyyah.















AUTOBIOGRAFI

                                                            Penulis karya ilmiah ini bernama Ursilawati.
Memiliki hobi menulis dan mendengarkan musik. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara, lahir di Serang, 07 September 1995 dari seorang Ayah bernama H. Samsuri dan Ibu Hj. Hindun.

Penulis pernah menjajaki dunia pendidikan di:
·         SDN Sukanegara 1
·         SMPN 1 Ciruas
·         MAS Assa’adah
Saat ini Penulis masih menjalani pendidikan di MA Assaadah, penulis
terpilih mengikuti program akselerasi tahun 2010 dan pernah aktif dalam Organisasi Santri Pondok Modern (OSPM) diberi amanat sebagai bagian bahasa dan muhadloroh. Penulis juga aktif di kepengurusan Koordinator Gerakan Pramuka Gugus Depan 17100 sebagai Andalan Koordinator Urusan Latihan (ANKULAT), Juga sebagai wakil ketua dalam forum diskusi ISYBA’, pernah aktif di Jami’atul Quro  (JMQ), Information and Communication Technologi (ICT), dan Sastra Arab.
            Ukiran prestasi yang pernah penulis raih selama di Pondok Pesantren Assa’adah adalah Juara I Lomba menulis Essay di Nurul Fikri se-Prov Banten, dan Juara III lomba Essay Nasional oleh CSSMORA GPSN di IPB. Semoga prestasi ini menjadi motivasi untuk penulis agar senantiasa ukir prestasi-prestasi berikutnya.





[1] Erliany, Nyanyian (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta,2010), hlm. 1.
[2] DR. Yusuf Al-Qardlawy, Keluasan dan Keluwesan Hukum Islam, (Semarang : Dina Utama Semarang, 1993), hlm. 76-77
[3] Abu Muslim, 1001 Hal Yang Paling Sering ditanyakan Tentang Islam, (Jakarta: Kalil P.T Gramedia Pustaka Utama,1989), hlm.1
[4] Ibn Manzhur, Lisan Al-‘Arab, Juz II, (Mesir : Dar Al-Mishiyah), hlm. 436-439
[5] Abduh Almanar, Studi Ilmu Hadits,(Jakarta : Gaung Persada Press, 2011), hlm.2
[6] Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hlm. 2
[7] Facthur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits,(Bandung: PT. Al-Ma’arif, 2010), hlm. 64
[8] Munzhier Suparta, Ilmu Hadits,hlm. 4
[9] Achmad Qomary, Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah,(Jakarta: CV. Wangsamerta,2003), hlm.76
[10] Moh. Matsna, Qur’an Hadits, (Semarang : PT. Karya Toha Putar,2004), hlm.133
[11] Ibid, 135
[12] Ibid, 134
[13] Ibid, 135
[14] Ibid, hlm. 138
[15] Ibid
[16] Ibid, hlm. 139
[17] Erliany, Nyanyian,hlm. 1
[19] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai Pustaka, 1995), hlm 602
[20] Ibid, hlm. 486
[22] Wahyu Purnomo,Terampil Bermusik untuk SMP dan MTs, (Jakarta : Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional, 2010), hlm.12
[23] Ibid
[26] Ibid
[29] Mahmud at Thohan, Taysiru Musthalahul Hadits, (Indonesia : Alhayman, 1405 ), hlm. 69
[30] Mahmud at Thohan, Taysiru Musthalahul Hadits, hlm. 70
[31] Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab- Indonesia, (Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 1989), hlm.265
[32] Thaba’ah Mu’awiyah al Ula, Munjid Fil Lughah wal ‘alam, (Beirut : Daarul Musyrif,2008), hlm. 503
[33] Ibn Manzhur, Lisan al-‘Arab juz 9, (Beirut: Alam al-Kutub), hlm. 189
[37] Muhammad al-Ghazali, Studi Kritis atas Hadis Nabi SAW antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual terj. Muhammad al-Baqir,(Bandung: Mizan, 1994), hlm. 91.

[38] Yusuf Qaradhawi, Halal Haram, hlm 346
[39] Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid II, (Jakarta: Gema Insani,2001), hlm. 673
[41] Hamid Laonso, Muhamad Jamil, Hukum Islam Terhadap Masalah Fiqh Konteporer, (Jakarta : Restu Illahi, 2005), hlm. 90.
[43] Abdul Mustaqim, ilmu Ma’anil Hadits Paradigma Interkoneksi Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadis,(Yogyakarta: Idea Press,2008), hlm.93
[44] Dr. Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram, hlm. 333
[45] Ibid
[47] Ibid
[48] Ibid  

[51] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm.486